The Meaningful Life

Sunday, May 31, 2015

Entah ini sudah minggu ke berapa dimana gue memilih untuk mengisolasi diri gue dari dunia sosial. Pulang kantor, kalo ga nonton, ya langsung pulang, ngendon di kamar. Ya nonton juga sih. Kalo diajakin kemana, bilangnya lembur. Padahal, ya nonton di kamar. Buka whatsapp cuma kalo malam, balesin yang penting aja. Kalau deretan grup itu chatnya udah diatas 50: slide - clear chat

Selesai. 

Awalnya gue memilih seperti itu karena bulan-bulan hectic dimana gue membantu persiapan drama jalan salib. Gue exhausted, dan sebagai introvert, gue butuh menyendiri untuk "recharge". Awalnya gue enjoy banget me-time yang gue lakukan. This is what I need. Tapi lama kelamaan kayaknya gue keracunan. Memilih me-time sebagai jalan untuk kabur, bukan untuk recharge. Lama kelamaan, tanpa sadar gue mengisolasi diri gue sendiri. Yang berujung gue semakin ga menemukan tujuan hidup akibat terlalu larut dalam pikiran sendiri. 

Gawatnya, gue mulai merasa bahwa apa yang gue lakukan ga ada maknanya. Meaningless. Hampa. Gue malah jadi terjebak dalam kegalauan hidup, murni karena jalan pikiran gue sendiri yang berlarut. Tanpa obrolan santai dengan teman-teman gue. Tanpa obrolan serius dengan sahabat-sahabat gue. Pikiran gue teracuni oleh gue sendiri.

Damn!

Semua itu buyar ketika gue mendapat message dari seorang teman yang udah lama ga ketemu. Disaat gue lagi menyendiri, cabut bentar dari kantor buat makan paket promo Burger King. 

Singkat cerita, ketika gue kembali menyutradarai drama jalan salib di tahun 2012 kemarin, ada anak ini yang ga punya pengalaman akting sama sekali. Masih fresh dari tempat tongkrongan anak-anak yang biasa tawuran. Yang kebanyakan waktu dihabiskan buat judi dan mabok-mabokkan. Dan dia sama teman-temannya ikutan drama jalan salib, jadi imam kepala yang menghakimi Yesus. And they did very well.

Kembali ke BK, anak yang tadinya mau jadi pilot ini bilang kalo dia lolos casting buat film layar lebar produksi lokal. Specifically mau bilang thanks atas segala "ilmu" yang pernah gue ajarin waktu dulu. Yang bahkan sampe casting kemaren masih dia pake beberapa tekniknya. 

DHUAR!

Gue merasa ditampar di tengah gurun pengasingan gue. Tamparan yang berteriak menyuruh agar gue kembali ke dunia nyata. Keluar dari tempat bertapa gue.

Message itu datang disaat yang sangat tepat. Menyadarkan gue dari racun pikiran gue yang terus menerus bilang bahwa hidup gue hampa. Justru sebaliknya. It looks like a person's life have changed because of my insignificant action.

Gue jadi ingat motivasi salah satu relawan pas dulu kami kerja sosial di UK. Dia bilang, motivasi dia jauh-jauh datang ke UK adalah untuk mengubah hidup satu orang saja. Gue ga tau sih apakah tujuan itu tercapai, tapi melihat bagaimana sepenuh hati dia bekerja di sebuah pusat anak-anak berkebutuhan khusus, rasanya dia mencapai itu.

Message itu membuat gue berpikir; kalau gue terus-menerus mengisolasi diri dan tidak berbuat apa-apa, jelas gue ga akan berkontribusi apapun pada dunia dan masyarakatnya. What I did back in 2012 jelas jauh lebih banyak dan signifikan ketimbang apa yang gue lakukan beberapa bulan terakhir ini. Dan hasilnya jelas, setidaknya ada satu orang yang bisa menggunakan potensinya semaksimal mungkin. Jadi kalau gue mau membuat hidup gue bermakna kembali, ya gue harus kembali seperti masa-masa itu.

Setidaknya message itu memotivasi gue kembali, dan gue tahu apa yang harus gue lakukan selanjutnya. Untuk pertama-tama, jelas keluar dari pengasingan ini, dan kembali bersosialisasi. Setelah itu.

Yeah! 

You Might Also Like

0 comment(s)

About Me

Timo - a full-time explorer, a part-time writer, a film programmer, a movie passionate, an author of Sobekan Tiket Bioskop