Nostalgila: Gue & Taizé

Thursday, October 14, 2010

mumpung lagi ngomongin Doa dengan Nyanyian dari Taize (DNTZ), gue jadi ingin sedikit bernostalgia nih tentang gimana ceritanya pertama kali gue kenal dengan yang namanya Taize ini.

kembali ke tahun 2004, di masa itu gue baru saja menyelesaikan masa jabatan dua tahun gue sebagai Ketua Misdinar. berhubung "masa tugas" gue sebagai misdinar secara resmi sudah berakhir karena gue udah masuk kuliah (walaupun beberapa kali masih bantu tugas), gue pun mencari hal baru supaya bisa tetap aktif di gereja. waktu itu OMK Paroki lagi masa-masa baru lahir, jadi engga terlalu banyak kegiatan. gue mencoba ikutan sekali Persekutuan Doa (PD) untuk anak muda, yang identik dengan lagu-lagu yang bersemangat itu. tapi disaat orang-orang di kiri kanan depan belakang gue sibuk bertepuk tangan dan sesekali meloncat, gue menemukan diri gue hanya berdiri diam terpaku - bingung mau ngapain. mau ikutan tepuk tangan tapi kok ya ga dapet feelingnya. mau ikutan nyanyi juga engga tahu lagunya. wah rasanya engga cocok deh gue. oke, wajar sih rasanya - ucap kata hati gue menghibur diri.

nah ada seorang teman yang ngajak ikutan (DNTZ). waktu itu hari Sabtu malam, gue pun masuk bersama kedua teman gue. cukup kaget menemukan gereja dalam kondisi gelap gulita dan hanya diterangi cahaya lilin di depan altar. hm menarik. di deretan koor gue melihat sekelompok orang sibuk dengan biola, gitar, flute, dkk masing-masing. oke, ini menarik. lalu ambil kertas doa, buku lagu, dan sebatang lilin. dan ternyata umat yang ingin ikut dalam doa, dipersilahkan untuk duduk di lantai tepat di depan altar, dengan bantal dan diterangi oleh cahaya lilin masing-masing. di tangga menuju altar terlihat salib besar dan diterangi oleh beberapa batang lilin. hm, makin menarik saja.


DNTZ di depan altar di Gereja St. Yakobus
mungkin karena gue dateng rada kecepetan, jadi gue dan beberapa umat yang lain menunggu di sela-sela suasana keheningan dan remang-remang yang tercipta. tapi entah kenapa gue suka suasana seperti ini. lalu doa pun dimulai dengan menyanyikan satu lagu. menariknya, lirik di lagu ini pendek sekali, cuma satu-dua bait dan dinyanyikan dengan berulang-ulang, seakan engga ada habisnya. gue yang sama sekali engga tahu lagu-lagu tersebut, hanya butuh beberapa kali putaran untuk dapat mengenali nada, menghapal lirik, dan ikut larut dalam nyanyiannya. ketika gue udah hapal liriknya dan engga ngeliat buku lagu lagi, gue merasa bahwa gue dengan sepenuh hati mengucapkan setiap kata dari lirik lagu tersebut.

oya gue baru sadar, orang-orang yang duduk di bangku koor tersebut ternyata adalah bagian kecil dari sebuah orkestra! alat musiknya cukup lengkap dan alhasil dengerinnya jadi...wuihhhh!

lalu doa berlanjut dengan bacaan Kitab Suci, nyanyian lagi, dan saat hening. nah ini dia nih yang bikin gue bingung. di kertas doa emank ada tulisan "saat hening" sih, tapi gue bingung aja mesti ngapain. alhasil gue cuma ngeliatin salib yang bentuknya unik itu dan mengagumi gerakan api yang meliuk-liuk di sumbu lilin. lalu doa berlanjut dengan doa umat, doa Bapa Kami, doa penutup, dan lagu penutup.

intinya, gue suka! kesan pertama yang sangat-sangat indah! dengan remang-remangnya, keheningannya, apalagi dengan lagu yang dinyanyikan dengan berulang-ulang. semua ini benar-benar hal baru bagi gue. dan semenjak itu gue selalu menunggu-nunggu pengumumannya di Berita Minggu setiap bulannya.

oya tentang si orkestra, ternyata itu adalah beberapa teman-teman anggota dari Orkestra Seminari Wacana Bakti yang memang pada waktu itu khusus diundang untuk ikut melayani DNTZ. dan pas banget kan pas gue pertama kali ikutan, jadi ya ga heran kalo gue langsung jatuh cinta sama doa yang satu ini.

nah sayangnya beberapa bulan setelah pertama kali gue ikut, pengumuman tentang DNTZ engga keluar lagi di Berita Minggu, sampai beberapa bulan. gue langsung melacak siapa yang bertanggung jawab (sesepuh) terhadap DNTZ ini dan ketemu orangnya. dia bilang sih karena kebanyakan orang yang biasa melayani doa setiap bulannya udah pada pergi melanjutkan kuliah keluar negeri dan dia ga bisa meneruskan doa seorang diri.

wah wah, sayang banget kalo harus berhenti sampai disini. setelah mengumpulkan satu-dua orang yang benar-benar berminat dan siap melayani DNTZ, gue pun kembali ke orang tersebut dan menyatakan tekad siap membantu melayani doa setiap bulan.
gue bisa main gitar - asal ada kuncinya - dan satu temen yang gue ajak bisa main suling, jadi harusnya ini bisa menjadi pondasi dasar untuk ngadain DNTZ sih. gue ingat banget kali-kali pertama kami latihan bertiga, cari-cari ruangan kosong lalu dengan susah payah gue belajar memainkan gitar dari lagu-lagunya. masa-masa awal gue main gitar di DNTZ pun masih "ditemenin" oleh iringan gitar dari si sesepuh ini, berhubung gue belum cukup pede untuk dilepas sendirian. gue ingat banget kalo gue main tuh yang tempo bisa jadi lambat atau cepat sendiri, maklum amatiran. hehe.

bulan demi bulan berlalu, tahun demi tahun berlalu, orang-orang yang bantuin entah bantu nyanyi atau bantu alat musik (gitar, suling, flute, biola) pun datang dan pergi. datang kebanyakan sih karena diajakin, pergi karena mereka harus melanjutkan kuliah entah di luar kota atau di luar negeri. tapi gue masih ingat sama satu orang yang datang berniat untuk bantu dengan insiatif sendiri.

seusai salah satu doa, seperti biasa kami menyalakan lampu-lampu gereja. lalu datanglah anak ini menghampiri gue, kucluk-kucluk gitu. kami pun saling memperkenalkan diri lalu dia bilang "nggg, gue pengen bantu-bantu donk, apa aja boleh deh. main gitar juga boleh". spontan gue tersenyum lebar selebar jidat gue sambil mengiyakan dan ngasih tau kapan selanjutnya kami akan latihan. ini terjadi sekitar tahun 2005.
dari dalam gereja, DNTZ pindah ke kapel kecil
walaupun yang membantu datang dan pergi, tapi rasanya jumlahnya engga pernah lebih dari lima orang. yang membuat sulit untuk melakukan regenerasi adalah, simply karena jarang ada orang yang benar-benar suka dengan DNTZ. biasanya sih pola orang-orang yang berniat untuk membantu itu, mereka rutin untuk datang setiap bulannya, sampai cukup kami kenali lalu kami minta bantuan. nah masalahnya adalah yang datang rutin tiap bulan itu jarang, atau mungkin rutin maksimal 3 bulan lalu menghilang. jadi setiap bulan selalu ada muka-muka baru, lalu ya bulan-bulan ke depan telah menghilang. ya mungkin orang-orang itu pengen nyoba aja kaya gimana sih DNTZ itu dan mungkin merasa engga cocok - sama seperti pengalaman gue ikutan PD. sampai gue menemukan suatu kesimpulan; bahwa bagi yang pertama kali ikutan DNTZ, orang tersebut antara benar-benar suka atau benar-benar ga suka. wajar sih karena cara doanya yang unik dan ga biasa, ga semua orang juga bakal suka atau cocok sih.

dengan tingkat kehadiran umat setiap bulannya yang engga pernah mencapai angka sepuluh orang (termasuk kami), kami mencoba mengganti hari. yang tadinya biasa kami adakan setiap hari Sabtu ketiga dalam bulan, kami ganti menjadi hari Rabu ketiga dalam bulan. ini dengan pertimbangan bahwa warga Kelapa Gading lebih senang menghabiskan waktu malam minggunya di pusat-pusat perbelanjaan dibandingkan di gereja. jadi seharusnya kalau diadakan di hari biasa, mereka akan lebih punya waktu untuk datang berdoa dan bernyanyi bersama kami.

perubahan ini cukup berbuah hasil, setidaknya di bulan-bulan awal. tapi  ya kembali menyurut seperti sedia kala. ada tuh masa-masa dimana kami bingung dan hampir putus asa. dalam beberapa bulan, sampai sekitar 5 menit sebelum doa dimulai, kami mulai berniat untuk angkat koper dan pulang kalau engga ada umat yang datang. tapi beruntungnya beberapa detik sebelum kami meneguhkan niat kami untuk pulang, ada satu-dua orang yang datang.
dengan gedung gereja baru, kami pun menetap sampai sekarang di Kapel Adorasi
proses lima-menit-menunggu-umat-datang ini lama kelamaan membuat kami jadi capek sendiri. sampai pada satu titik dimana kami merasa ga ada gunanya stres mikirin jumlah orang yang datang, lalu kami sepakat; bahwa dalam doa, yang penting adalah kualitas - bukan kuantitas. berapapun yang datang, doa akan tetap berjalan. prinsip ini pun kami pegang teguh. sampai pernah dalam satu doa, yang hadir cuma gue, seorang teman yang bermain suling, dan seorang umat, dan kami pun tetap berdoa dengan khusyuk dan sepenuh hati.

bersambung...


NB: gue ingin mengucapkan TERIMA KASIH BANYAK kepada nama-nama yang gue sebut di bawah ini, bahwa mungkin kalau tanpa kalian, gue dan DNTZ di Paroki St. Yakobus engga akan bisa sampai sekarang ini.
"teman yang ngajak gue pertama kali ikut DNTZ" : Wieke dan Laura
"sesepuh" : Dessy
"teman-teman yang membantu merintis perjuangan awal DNTZ" : Dimas dan Dennie
"teman-teman seperjuangan yang datang dan pergi" : Pingkan, Adi, Nando, Fery, Grady, Kevin, Rere, Marsella, Nieke
"yang kucluk-kucluk datang pengen bantu" : Hendra
dan teman-teman lain yang secara tidak langsung serta orang-orang yang telah datang ke setiap DNTZ di Paroki St. Yakobus.

Tuhan selalu memberkati kalian!
untuk kalian, gue ingin berdoa dan bernyanyi satu lagu ini:

El Senyor
dalam Tuhan aku bersyukur, dengan lagu pujian
Tuhanlah penyelamatku, dalam Dia lah sukacita
dalam Dia lah sukacita...


You Might Also Like

5 comment(s)

  1. awwww... so swit bgt timo. haha... eh itu foto yg paling atas bahkan msh ada si andreu yak? haha... btw ini kevin loh, lo nyadar ga si?

    ReplyDelete
  2. @kevin: iya gue tau itu elo! ahahaha. iya banget! dulu ada Andrew juga bantu maen gitar. walaupun cuma sebentaran dia sebelum cabut keluar. hoho!

    ReplyDelete
  3. TIMOOOOO!!!

    doain gw sm si kevin mo, kita di sini jg mo ngerintis bikin DNTZ. premiere (CIEILEH PREMIERE!)nya selasa depan neh... dan gw blm bikin salib sampe skr =_= (disuru romonya bikin salib nyeh...)

    biasanya gw bikin buat kampus gw doank (dan peminatnya cukup banyak lho! dari kmk kampus gw kira2 20 orangan tiap kali dntz) nah kali ini kita mo bikin buat umum. mudah2an banyak yg berminat... amiiinnn...

    ReplyDelete
  4. OH IYE MO! satu lagi

    klo lo taon depan udah balik ke sini, choir gw rencananya mo bikin taize akbar. mo ngundang gereja2 se jabodetabek ktnya... doain lagi, mudah2an berhasil...

    ReplyDelete
  5. @grady: wuihhh manteb beratttt! btw salib coba tanya2 ke Biara Anggrek aja, sapa tau mereka punya. tau kan? sama suster Kien. ato pinjem aja sama paroki2 yang punya salib, ada katedral sama paroki Laurensius deh kalo ga salah...
    ato mau gue beliin? ahahaha...
    btw sukses yakkk! pasti bisa!

    ReplyDelete

About Me

Timo - a full-time explorer, a part-time writer, a film programmer, a movie passionate, an author of Sobekan Tiket Bioskop