Nostalgila: S.Psi

Saturday, November 06, 2010

Semenjak gue lulus dari empat tahun kuliah gue di Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya terhitung 7 November 2009 kemarin, rasanya gue belum sempat menuliskannya di sini. Maka rasanya sekaranglah waktu yang tepat untuk mendokumentasikan ke dalam blog gue sini, dan itung-itung merayakan satu tahun kelulusan gue sebagai Sarjana Psikologi.

Gue rada sulit untuk menemukan harus dari mana gue memulai cerita detik-detik kelulusan gue ini. Tapi rasanya akan gue mulai dari penghujung perjuangan gue dalam menyusun mahakarya (baca: skripsi) gue. Kalau cerita dari awal penyusunan mahakarya gue, rasanya engga mungkin berhubung gue mulai menyusun di bulan Januari 2009 dan baru rampung di bulan September 2009 (sembilan bulan, makanya udah pantas "lahir" ;p). Tapi cerita ini akan gue mulai di tanggal 28 Juni 2009.


28 Juni 2009, rasanya perkembangan mahakarya gue belum ada setengahnya. Tapi di tanggal itu gue udah membeli tiket Jakarta-Kuala Lumpur-Manila untuk tanggal 9 November 2009 dan Manila-Kuala Lumpur-Jakarta untuk tanggal 22 Februari 2010. Yah beginilah nasib budak Air Asia, harus beli tiket minimal lima bulan sebelum tanggal keberangkatan kalau mau dapet harga yang paling murah. Lagipula ini memang sudah menjadi niatan gue tersendiri untuk membantu persiapan Taize Pilgrimage of Trust on Earth di Manila (cerita lebih lengkap baca di Manila St.). Kenapa gue putuskan untuk berangkat di awal bulan November, karena gue pikir lima bulan adalah waktu yang cukup untuk menyelesaikan mahakarya gue. Lagipula menurut gue, ini adalah strategi yang sangat ampuh untuk menentukan deadline untuk diri gue sendiri. Sejak pembelian tiket tersebut, gue selalu bilang sama diri gue sendiri;  

"skripsi lo harus selesai sebelum 9 November 2009 supaya lo bisa berangkat dan kerja dengan tenang di Manila tanpa beban. kalau belum selesai sebelum tanggal itu..." 
gue engga mau melanjutkan pikiran tersebut karena gue percaya dengan kekuatan kata-kata positif hasil baca The Secret-nya Rhona Byrne.

Alhasil dalam waktu lima bulan tersebut, gue pun banting tulang naik darah turun tai untuk ngerjain mahakarya gue. Disaat-saat kemalasan atau kepenatan merajalela, gue selalu mengulangi kalimat "sakti" tersebut untuk menyeret gue kembali ke depan komputer dan buka Microsoft Word dan bukan Mozilla Firefox.

Dalam mahakarya ini, gue membuat suatu alat tes psikologi jenis baru yang belum pernah ada sebelumnya. Ini merupakan penelitian payung sih, jadi gue punya rekan seperjuangan yang lain tapi tetap dengan sub-tes yang berbeda walaupun dengan langkah yang sama. Yang membuat sulit adalah, untuk menerjemahkan konsep yang kelewat abstrak ke dalam pernyataan-pernyataan yang konkret dalam keseharian manusia. Kalau analogi gue waktu itu ketika gue bercerita tentang kesulitan ini dengan teman-teman kampus,
"Memahami konsep archetype sih bisa, tapi yang susah tuh menerjemahkannya dalam situasi konkret dan spesifik sehari-hari. Rasanya tuh kaya kita berusaha menggapai teori-teori tersebut di udara dan dijelaskan dalam bentuk aktivitas konkrit. Coba deh, udara mana bisa dipegang dan diliat, kan?? Gilak!!"
Berkali-kali gue konsultasi ke dosen pembimbing gue. Masalahnya, beliau adalah satu-satunya dosen di kampus gue yang benar-benar paham mengenai konsep archetype, luar dalam. Ditambah lagi, karena kejeniusannya, beliau jadi orang super-sibuk yang jarang bisa ditemui di kampus, dan di Jakarta, dan di Indonesia. Setiap ketemuan pun, beliau tidak bisa memberikan pencerahan yang berarti, tidak lain dan tidak bukan adalah karena memang belum pernah ada yang melakukan penelitian seperti ini, termasuk beliau sendiri. Jadi beliau hanya bisa memberikan pintu-pintu yang ada, untuk kemudian gue masuki dan pelajari sendiri. Jadilah gue memahami kepolosan Peter dalam film Peter Pan (2003), memahami kepasrahan Victor Frankl yang selamat dari kamp konsentrasi Nazi dalam bukunya Man's Search for Meaning, sampai nyemplung dalam konsep Manunggaling Kawula Gusti-nya Syekh Siti Djenar. Berasa ga ada hubungannya ga sih? Tapi gue bener-bener berasa bahwa setiap bahan yang gue pelajari itu, semakin memperkaya pemahaman gue tidak hanya tentang konsep archetype Innocent, tetapi juga pemahaman akan hidup.
gambar diambil dari sini

Berdasarkan curhat dari senior-senior yang sudah lulus lebih dulu dengan penelitian payung yang sama, rata-rata mereka semua bilang hal yang sama;
Kalau skripsi-skripsi lain itu mereka mesti baca-baca buku dan jurnal yang banyak. Tapi kalau kita mah kerjaannya baca buku, nonton film, ngobrol sama orang, abis itu MERENUNG.
Setelah melewati masa perenungan yang menyenangkan dan melelahkan, akhirnya gue bisa juga menelurkan konsep mentah dan abstrak tadi ke dalam situasi konkret dan nyata. Pengerjaan menjadi semakin mudah karena gue tinggal bermain diksi dan penyusunan pola kalimat saja dalam menyusun item alat tes. Beberapa kali feedback dan revisi rasanya kok si dosen pembimbing gue ini masih belum puas juga dengan salah satu bagian alat tes gue. Sampai di bulan September gue bilang ke doi bahwa gue mesti ngumpulin mahakarya gue di akhir bulan kalau mau ikut sidang Oktober dan yudisium di awal November. Beberapa kali revisi engga ada kemajuan yang berarti, sampai akhirnya beliau bilang
Gue masih engga puas sih sama Level 3 lo, tapi daripada lo ga lulus-lulus cuma gara-gara ketahan sama ini doank, lo submit aja deh skripsi lo. Kita liat nanti apa kata dosen penguji pas sidang.
Cihuy! Lampu hijau sudah menyala! Walaupun gue tahu resikonya di ruang sidang nanti, tapi worth to try lah! Gue juga tahu bahwa yang nguji nanti pasti engga paham-paham betul tentang konsep archetype jadi ya hajar bleh!

Sebelum submit mahakarya, gue baca-baca dulu tentang prosedur pengumpulan skripsi. Pas baca kertas ini di papan pengumuman sekretariat, gue tiba-tiba teringat masa-masa gue awal-awal semester gue. Gue memang termasuk orang yang rajin baca-baca papan pengumuman kalau ada pengumuman yang menarik, tapi dulu ada beberapa pengumuman yang engga menarik bagi gue sama sekali; pengumuman tentang skripsi, jadwal sidang, dan lain-lain. Dan beberapa tahun kemudian gue menemukan diri gue menjadi terobsesi oleh pengumuman yang berbau skripsi, sidang, kelulusan, dll. Haha! Dari kertas itu gue menjadi mengerti bahwa skripsi akan dinilai apakah layak sidang atau engga. Kalau engga layak sidang, ya revisi. Tapi kalau layak sidang, maka dipastikan kita akan lulus dari ujian tersebut. Wow! Berarti titik penentuan lulus atau tidak adalah muncul atau tidaknya nama gue di jadwal sidang bulan Oktober 2009!

Gue inget banget hari itu, Sabtu 9 Oktober 2009 sekitar jam 7 malam. Gue sama Lily Novem benar-benar baru sampai Jakarta setelah training di Puncak. Sebelum kembali ke bilangan Jakarta Utara, Lily mengarahkan setir mobilnya ke Atma Jaya karena kami berdua udah berniat untuk ngecek jadwal sidang yang rasanya sudah ditempel di papan pengumuman (selama training, kami udah dapat berita bahwa jadwal sidang udah ditempel sejak hari Kamis). Berhubung Lily males parkir, jadi gue diturunkan di depan kampus sementara Lily muterin kampus. Gue pun berlari-lari kecil ke arah lift gedung C, naik ke lantai 4.

Naik lift dari lantai dasar ke lantai 4 itu sedianya cuma butuh tidak lebih dari 1 menit kalau engga berhenti di lantai-lantai 1, 2, dan 3. Tapi lift malam hari itu rasanya kok bergerak lamaaaaaa banget. Engga sinkron banget sama gerak detak jantung gue yang rasanya udah sampe lantai 23. Lift pun sampai di lantai 4, pintu lift terbuka dan gue semakin deg-degan. Belum lagi lampu udah ga ada yang nyala dan tiba-tiba gue teringat akan kisah horor di Gedung C ini, hiiiyyyy! Ga masalah, hantu apapun akan gue terjang demi mencapai si papan pengumuman! hhgggh! Langkah kaki menuju si papan pengumuman pun gue sesuaikan dengan irama detak jantung gue. Sesampainya di depan papan pengumuman tercinta, aaaargh gue ga bisa liat apa-apa karena gelap bangetttt!

Rada pinter sedikit, gue pake terangnya hape gue untuk ngebaca si Daftar Ujian Skripsi 26-30 Oktober 2009 itu. Gue terangi setiap nama, NIM, tanggal sidang, judul skripsi, dari atas sampai bawah untuk mencari nama gue dan temen gue. Gue bener-bener berasa kaya pencuri kelas tenggiri yang lagi nyari kode lemari besi di ruangan dengan keamanan tingkat tinggi. Sampailah gue pada nomor 12 dan 15. Seketika itu juga gue langsung telpon Lily;

LI!!! NAMA LO ADA!!! NAMA GUE ADA!!! KITA LULUS!!!!!
nama gue pake acara salah ketik segala!


bersambung ke Nostalgila: S.Psi (2)...

You Might Also Like

3 comment(s)

  1. EleonoraLily9/11/10 7:21 pm

    YEAY nama gue muncul! hahahahaha.. loe sms kali mo! gk pake teponn.. kyknya sms dehh.. ahahahha.. gila itu sihh, deg2an superrr.. *ini gk penting* tapi akhirnya gue markir mooo.. kan kt ketemuan lagi di lantai 4 gedung Y mo.. *gue juga masih inget nih. ahhaha..

    bentar, baca edisi 2 duluu.. =p

    ReplyDelete
  2. @lili: iya seinget gue juga, gue sms sih rasanya. tapi gapapa, David Fincher aja mendramatisir kisahnya Mark Zuckerberg, jadi gue juga boleh donk dramatisir sedikit ahahaha. oiya gue bener2 lupa kalo lo markir, karena gue kelamaan yah ngeliatnya? tapi tanggalnya bener donk, secara gue udah cek di kalender hape sama tanggal foto album aethra gitu ahahaha.

    ReplyDelete
  3. gue masih simpen tuh kertas pengumuman di lt 4, fotokopiannya, jadi pas gue tau pengumuman itu, gue taunya dari pak Budi lsg, pas belum dipajang. langsung gw fotokopi dan gue jadiin memorabilia. kapan lagi naa gue terpajang di papan pengumuman mau sidang skripsi hahahahahaha..
    walopun gue deg2an parahh pas tau siapa yg nguji gue..

    ReplyDelete

About Me

Timo - a full-time explorer, a part-time writer, a film programmer, a movie passionate, an author of Sobekan Tiket Bioskop