Tentang Super Camp 4
Monday, September 26, 2011
“Pancinya jangan dibuka-tutup
terus, nanti nasinya engga akan matang”. Kira-kira begitu ujar salah satu
peserta kepada peserta dari kelompok lain yang sedang memasak nasi. Ternyata
kelompok tersebut telah memasak nasi itu selama 45 menit dan tidak kunjung matang,
padahal waktu 3M (Masak, Makan, Mandi) hanya dua jam dan acara selanjutnya akan
segera dimulai. Belum lagi mereka harus memasak lauk-pauk juga, tapi harus
menunggu nasi tersebut matang karena mereka hanya membawa satu kompor kecil.
Akhirnya kelompok tersebut menunda untuk memasak nasi, untuk kemudian memasak
mie instan dengan telur. Ya, mie instan memang selalu menjadi bahan makanan
penyelamat di saat-saat tertentu, tentunya asal tidak dimakan setiap waktu.
Itu hanyalah salah satu
pengalaman bertahan hidup, yang dialami salah satu kelompok dalam acara kemping
untuk Orang Muda Katolik (OMK) Paroki St. Yakobus, Super Camp 4. Selain mereka
harus memasak sendiri, mereka juga harus tidur di dalam tenda tanpa kasur empuk
yang menjadi alasnya. Tidak hanya itu, mereka juga harus meninggalkan berbagai
macam teknologi dan alat komunikasi selama empat hari tiga malam di bumi
perkemahan Rancaupas, Ciwidey, Bandung. Sebagai gantinya, panitia yang juga
sesama orang muda telah mempersiapkan berbagai acara untuk mengisi kegiatan
dari tanggal 27 – 30 Agustus 2011.
Selama empat hari tiga malam,
panitia telah menyiapkan berbagai macam permainan yang meningkatkan kerja sama
dan kebersamaan dalam kelompok. Di hari kedua, peserta juga diberi kesempatan
untuk bermain permainan outbond yang
membutuhkan keberanian tersendiri, seperti flying
fox yang menjadi salah satu fasilitas di bumi perkemahan Rancaupas. Setelah
meningkatkan kekompakan dan keberanian di siang hari, peserta pun diuji
keberanian dan determinasinya ketika menjelajah hutan di malam harinya.
Pada hari ketiga, peserta diajak
untuk mengenal dan menghargai salah satu objek wisata yang cukup terkenal di
kawasan Ciwidey yaitu Kawah Putih. Beruntung pada hari itu cuaca sangat cerah
sehingga kunjungan tersebut serta foto bersama dapat berjalan dengan maksimal.
Setelah melewati tiga hari yang penuh dengan kebersamaan dan cuaca cerah,
peserta diajak untuk memuji dan mengucap syukur kepada Tuhan lewat Praise & Worship di malam hari.
Malam terakhir di Rancaupas itu pun ditutup dengan api unggun dan makan kambing
guling bersama.
Kebersamaan yang telah tercipta
di antara peserta kemping, dibuktikan pada hari terakhir dimana setiap kelompok
memasak untuk kelompok lain dalam acara Super
Camp Food Fest. Jadi, bahan makanan yang telah dibawa oleh satu kelompok,
diberikan kepada kelompok lain untuk dimasak, untuk kemudian diberikan kembali
ke kelompok si empunya bahan makanan untuk dimakan. Acara ini berjalan sangat
baik dengan melihat bagaimana hampir semua kelompok tidak lupa memasukkan bumbu
tambahan ke dalam masakan mereka; bumbu cinta. Ternyata hari keempat itu
merupakan hari yang spesial bagi salah seorang peserta karena itu adalah hari
ulang tahunnya. Sebagai hadiah ulang tahun, peserta tersebut mendapat
kehormatan untuk mencicip hasil masakan semua kelompok.
Setelah upacara penutupan yang
juga berisi pelantikan dan serah jabatan kepada ketua Super Camp selanjutnya,
peserta harus mengucapkan selamat tinggal pada bumi perkemahan Rancaupas.
Beruntung, ketakutan awal bahwa perjalanan pulang akan terjebak macet karena
hari itu adalah hari Lebaran pertama tidak terbukti. Empat truk tronton yang
membawa 130 peserta dan panitia pun tiba sekitar pukul tujuh malam di Gereja
St. Yakobus.
Acara Super Camp yang rutin
diadakan setiap tahun ini memang bertujuan untuk mengajak orang muda Katolik di
Kelapa Gading untuk dapat hidup dengan sarana yang paling minimal. Tanpa TV,
komputer, handphone, playstation, dan lain-lain ternyata tidak menghalangi
orang-orang muda berumur 15 tahun ini untuk menikmati setiap waktu mereka di
area kemping. Selama empat hari tiga malam, mereka seperti diingatkan kembali
apa yang sebenarnya paling esensial dalam hidup; interaksi dengan sesama, alam,
dan Tuhan. Sebenarnya hanya dengan hal-hal esensial tersebut, para orang muda
tersebut masih dapat tersenyum, tertawa, bahkan mendapat teman serta keluarga
baru sepulang dari Rancaupas. Ya, 95 orang muda ini praktis mendapat banyak
teman baru, bukan dari facebook atau
media maya sosial lainnya, tapi dari kelompok tenda dan kelompok main mereka.
Ide inilah yang menginspirasi beberapa orang muda untuk menggagas acara Super
Camp yang pertama kali diadakan pada tahun 2007 di Situgunung, Sukabumi.
Super Camp yang selalu diadakan pada saat
libur Lebaran ini tampaknya menjadi alternatif lain bagi orang muda untuk
mengisi waktu kosong mereka. Beberapa dari orang muda yang beberapa kali
mengikuti Super Camp mengatakan lebih baik belajar untuk hidup mandiri di
tengah alam daripada menghabiskan waktu di depan komputer atau TV saat libur
Lebaran. Beberapa dari mereka juga ingin mencari suasana alam yang jauh dari
kebisingan dan polusi kota. Selain itu, libur Lebaran adalah waktu yang tepat
untuk mengadakan acara seperti ini karena orang-orang muda usia sekolah,
kuliah, dan kerja memiliki hari libur di waktu yang sama. Dengan begitu,
kesempatan untuk menjaring orang-orang muda yang belum pernah terlibat dalam
kegiatan gereja sebelumnya menjadi semakin luas.
Setiap tahunnya, Super Camp
seakan menjadi salah satu media untuk mengajak orang muda terlibat lebih jauh
dalam kegiatan gereja. Jadi tidak hanya datang ke gereja setiap minggu untuk
mengikuti perayaan ekarisiti, tetapi juga mengikuti berbagai ragam kegiatan
yang ada di Paroki St. Yakobus. Bahkan, beberapa peserta yang berdedikasi tinggi
di Super Camp sebelumnya, dilibatkan untuk mempersiapkan Super Camp
selanjutnya. Dari kebersamaan yang terbentuk selama beberapa malam lewat tidur
di tenda dan masak bersama, tidak jarang orang muda yang telah terlibat lebih
dulu di salah satu kegiatan gereja mengajak teman sesama anggota kelompok Super
Camp untuk ikut terlibat. Hal ini yang menjadi fokus secara khusus di acara
Super Camp 4 ini yang mengambil tema “Berkaryalah Orang Muda”.
Ternyata, belajar untuk hidup
mandiri di alam bebas juga membawa berbagai pengaruh positif dalam diri orang
muda. Selain menjadi bisa untuk memasak makanan sendiri, tidur beberapa malam
tanpa kasur, dan bisa menikmati waktu tanpa peralatan modern, tetapi
orang-orang muda ini juga mendapat banyak teman dan keluarga baru. Jadi, sampai
jumpa di Super Camp 5!
artikel ini gue tulis untuk diterbitkan di majalah paroki gue, dengan judul asli "Belajar Bertahan Hidup" :D
1 comment(s)
Mantap! Ditunggu Super Camp 5 nya. sayang saya bukan 'anak muda -15 tahun' lagi...masih bokeh ikutan ga??hohoho...
ReplyDelete