Tentang Jurnalisme Film

Saturday, December 03, 2011

Hari Jumat 2 Desember 2011 kemarin gue diajak oleh seorang partner-in-crime gue soal film ke sebuah kuliah umum. Rekan gue ini hanya bilang kuliah umum ini tentang jurnalistik film dan akan dibawakan oleh Ekky Imanjaya. Hanya dengan judul kuliah tersebut sudah cukup untuk mengumpulkan niat gue untuk datang ke "Binus International di sebelah Senayan City". Ya, gue memang sedang haus untuk meningkatkan kemampuan menulis ulasan film gue. Dulu pernah ada kuliah umum "Klinik Film" bersama kritikus film lokal Eric Sasono namun sayang gue masih berada di Glasgow. Sekarang mumpung gue berada di Jakarta, gue tidak akan melewatkan kesempatan emas ini.

Macetnya jalanan Jakarta di hari Jumat sore membuat gue telat sekitar 20 menit sampai di kelas. Beruntung ternyata kuliah umum itu tampak baru mulai dengan si pembicara menjelaskan sedikit latar belakangnya. Eh tunggu, ternyata pembicaranya bukan mas Ekky secara beliau hanya duduk di sudut kelas mengoperasikan laptop yang terhubung dengan OHP. Dan si pembicara ini ternyata bule, dan berbahasa Inggris! *yaeyalah* Ternyata si pembicara ini adalah Christian Razukas, seorang Amerika asli yang sudah tinggal selama dua tahun di Indonesia karena ketertarikannya dengan sinema Indonesia. Dia bekerja untuk berbagai festival film sebagai programmer, dan sekarang bekerja sebagai copy editor di harian Jakarta Post. Ternyata beliau diundang khusus oleh mas Ekky untuk bercerita sedikit tentang film journalistic dan film critic.


Kuliah umum pada hari itu dibuka dengan slide powerpoint yang berisi kutipan dari pembuat film terkenal asal Perancis Jean-Luc Godard,
"critics are like soldiers who fire on their own troops"
Kutipan ini langsung menyebarkan senyum bagi para "mahasiswa"nya, yang ternyata kebanyakan mahasiswa Jurusan Film di Binus dan hanya sebagian kecil jurnalis film dan movie blogger. Beruntung, kuliah pada hari itu tidak saja berisi tips-tips ringan untuk seorang pembuat film tetapi juga pencerahan struktural dan sistematis bagi yang berkecimpung di dunia kritik/ulasan film. Berhubung kotak gue adalah kritik/ulasan film, maka intisari kuliah umum dari Christian yang akan gue bagikan disini hanyalah yang berhubungan dengan itu. Jadi, mari kita mulai! *yeay*
Pertama, Christian memberikan pandangannya mengenai perbedaan mendasar antara film critic dengan film review. Film review atau ulasan/resensi film adalah tulisan yang membahas suatu film dengan menceritakan tentang sinopsisnya untuk kemudian menilai film tersebut bagus atau tidak lewat pembahasan yang ringan. Tujuannya adalah untuk membantu pembaca memutuskan mana film yang layak ditonton untuk akhir pekan. Sedangkan film critic atau kritik film adalah tulisan yang membahas suatu film dari sisi yang berbeda, yang terkadang menemukan suatu hal yang tidak ditemukan oleh si pembuat film itu sendiri. Tujuannya adalah untuk membantu memberikan umpan balik yang positif bagi pembuat film sekaligus menjadi media edukatif bagi pembaca dan (calon) penonton. Media edukatif yang berarti agar penonton dapat memandang film tersebut dengan kacamata yang berbeda.

Poin tersebut saja telah membuat gue terhenyak untuk sepersekian detik. Lima tahun gue mengulas film-film yang gue tonton di bioskop di blog Sobekan Tiket Bioskop itu termasuk yang mana donk? Film critics atau film reviews? Ya mungkin banyak tulisan itu bisa dilihat sebagai film reviews, tetapi rasanya gue pernah membahas suatu film dari kacamata tertentu. Hal ini membuat gue sadar, gue cukup pilih kasih dalam membahas suatu film. Ketika ada suatu film yang sangat menarik untuk dibahas dari berbagai sisi, maka gue akan melakukan itu dengan sepenuh hati. Namun ketika gue menonton film yang tidak memunculkan stimulus untuk melihat film itu dari sisi lain, maka gue tidak akan bersusah payah untuk mencari kacamata lain untuk memandang film tersebut. Tapi rata-rata, tulisan gue sebagai "kritik film" rasanya kebanyakan berlaku pada film-film kelas festival atau film-film art house. Karena ya memang film "seni" seperti itu yang bisa dikulik dan dibongkar dengan berbagai cara yang berbeda. Kalau film-film blockbuster Hollywood yang minim-makna dan cerita namun maksimum-teknis, secara otomatis membuat gue hanya membahas film tersebut pada lapisan luar saja.

Berbicara tentang lapisan, ternyata Christian memberikan suatu pencerahan yang sangat menarik. Lupa dari sumber mana, dia memberikan penjelasan bahwa untuk mengulas segala sesuatu dapat menggunakan "analogi apel" yang berlapis. Awalnya analogi ini digunakan untuk memandang sebuah komik. Melihat sebuah apel, tentunya hal yang pertama kali kita lihat adalah kulit apel yang mulus dan bersinar. Kemudian ketika kita gigit, dan lama kemudian kita makan sampai habis kita akan menemukan bijinya. Begitu pula ketika kita hendak membahas suatu hal, film misalnya. Tercatat ada enam lapisan yang berbeda, dimulai dari yang paling luar; SURFACE CRAFT - STRUCTURE - IDIOM - FORM - IDEA.

Surface adalah nilai produksi dari suatu film, finishing touch, superficial exposure ataupun hal-hal yang berkaitan dengan perasaan kita ketika kita menonton film tersebut. Craft adalah keahlian yang digunakan untuk membuat film tersebut, pengetahuan praktis, penemuan-penemuan baru. Dalam konteks film, craft adalah lapisan dimana kita dapat melihat bagaimana sinematografi yang digunakan, musik yang dipakai, aktor-aktris yang berperan, dan aspek teknis lainnya yang mendukung sebuah film. Structure adalah bagaimana para pembuat film mengkombinasikan semua aspek-aspek teknis tersebut ke dalam satu film. Apakah kombinasi tersebut tumpang tindih satu sama lain atau ada satu aspek yang lebih menonjol daripada lainnya, atau bahkan ada antar aspek yang tidak membangun satu sama lain. Idiom adalah gaya dari suatu hal, misalnya film ini termasuk dalam genre apa. Pembahasan lebih lanjut bisa berupa perbandingan satu film dengan film-film lainnya yang berada dalam area genre yang sama. Form adalah bentuk, isi, atau premis yang telah dikonstruksikan dari Idea.
*tarik nafas* Sampai ketika Christian membahas ini, gue bisa melihat diri gue merenung dan bertanya-tanya, apakah gue telah menggunakan sistematika ini dalam membahas setiap film dalam blog gue? Kembali lagi dalam hal pilih kasih, untuk beberapa film dimana gue merasa malas untuk mengulasnya, gue hanya membahas film itu setengah hati. Namun ketika gue menemukan film yang sangat menarik untuk dikupas, rasanya secara tidak sengaja gue telah menyentuh keenam lapisan ini - walaupun dengan sistematika penulisan yang cukup acak. Namun dengan pencerahan maha dahsyat ini, setidaknya gue mendapatkan label pasti dari cara membelah dan memotong suatu film dan dengan cara yang sistematis. Ini seperti berbagai kuliah di Fakultas Psikologi dulu :D

Rasanya hal-hal ini yang gue cermati sangat berguna bagi gue pribadi untuk mengembangkan gaya penulisan kritik/resensi film gue. Diluar pembahasan ini, Christian sedikit membahas tentang 10 tips ringan sebagai filmmaker dan juga membakar semangat para calon insan dunia perfilman (baik film-maker maupun critics/reviewer) untuk terus maju dan berjuang dengan passion masing-masing. Dia sedikit membagi tips bagaimana untuk bergerak secara leluasa di dunia perfilman lewat pengalaman dia yang mengarah pada kritikus film. Christian memulai ini semua lewat terlibatnya dia dalam berbagai film festival sebagai relawan (gue banget jaman 2008 nih!). Dalam kesempatan itu, dia membuka jaringan pertemanan dengan pada praktisi dan penggiat film yang hadir pada festival tersebut. Menurut penuturan dia, kita sebagai kritikus/pembuat resensi bisa saja menawarkan kepada para pembuat film untuk mengulas film mereka. Keuntungannya banyak, mulai dari kita bisa mendapatkan kopi film secara gratis sampai diundang pada pemutaran-pemutaran khusus. Bahkan kalau kita bekerja di sebuah media, bisa-bisa kita dikirim untuk meliput suatu pemutaran film atau festival film. Getting paid on something we love, isn't that great?

Intinya adalah, make friends - broaden your network. Seperti kutipan yang hampir setiap hari gue dengar lewat iklan di radio,
"networking is not about who you know but it's about who knows you"
Ini terbukti jika gue tidak mengenal si rekan ini lewat menjadi sesama volunteer pada JIFFEST 2008 kemarin, maka hari Jumat kemarin gue tidak akan berada di Binus untuk mengikuti kuliah umum tentang jurnalistik film tersebut.


BONUS:
- Christian memberikan salah satu rekomendasi bacaan yang mungkin sangat bermanfaat bagi yang suka menulis resensi/kritik sebuah film: Timothy Corrigan - A Short Guide to Writing About Film (2003)
- follow akun twitter Christian di @hellochris
- follow akun twitter Ekky Imanjaya (kritikus film, produser film FiSFIC 6 Vol. 1) di @ekkyij

You Might Also Like

1 comment(s)

  1. Mantep banget Mo! Emang tuh kuliah umum buat lo banget ya! hahahaha... Buat nambah literatur tuh buku oke juga kali ya. Hmm.. Nitip temen ah beliin di amajon. =P

    ReplyDelete

About Me

Timo - a full-time explorer, a part-time writer, a film programmer, a movie passionate, an author of Sobekan Tiket Bioskop